Menyukai Hujan

Menyukai Hujan

Menyukai Hujan - www.tulisanayas.com

Sore hari di akhir Oktober. Langit menggelap karena awan hitam pekat berkumpul. Hembusan angin mulai terasa dingin. Hidung mulai dapat mencium petrikor. Pertanda hujan akan turun. Suasana di luar kantor terlihat cukup menyeramkan, namun entah mengapa hatiku menghangat bahagia. Tahu kah kamu mengapa? Karena aku menyukai hujan.

 

Mungkin kamu berpikir alasanku menyukai hujan adalah ku bisa menangis tanpa ketahuan orang lain karena air mata di pipi tersapu oleh rintik hujan. Tidak. Bukan itu alasannya. Alasan itu terlalu klasik. Aku pun sedang tidak bersedih. Aku suka hujan karena aku bisa merasakan rentetan kebahagiaan yang bisa aku dapat ketika hujan itu turun. Tidak seperti sebagian orang yang spontan menyeletuk "Duh kok hujan sih?!", justru aku berteriak "Yeay! akhirnya hujan!". Aku bisa merasakan di gelapnya langit, di derasnya air turun menghujam bumi, pada gemuruh guntur menyambar, di situ terdapat kebahagiaan hati dan jiwa yang hanya bisa dirasakan saat momen ini saja.

 

Aku bergegas membereskan pekerjaan. Meja kerja ku rapikan. Tas ku jinjing. Kardigan ku kenakan. Aku berpamitan ke orang-orang. Aku pulang.

 

Keluar kantor menuju parkiran, aku disambut riangnya alunan rintik hujan seakan-akan menyambut kepulanganku dengan penuh suka cita. Ku segera kenakan jas hujan (iya, meski suka hujan, aku tetap harus mengenakannya karena tubuhku sedang tidak baik-baik saja, khawatir sakit katanya). Lalu, ku tancap gas motor listrik ini (jangan membayangkan seperti ngegas motor lain ya, ini motor listrik. Pelan. hahaha). Ku menembus derasnya hujan. Wah, gila. Hati aku bahagia banget!

 

Kenapa bahagia? Karena tubuhku yang lelah dan pikiran yang sudah melanglang buana, tiba-tiba disiram ribuan kubik air hujan. Rasanya tuh kaya di-refresh oleh alam. Segar banget asli! Wajahku terkena terpaan hujan bak dibasuh oleh Tuhan. Sekali lagi, membahagiakan.

 

Tak lama berjalan, ku melihat abang gorengan sedang menanti pembeli. Gorengannya ramai, tapi sepi. "Coy, dingin-dingin gini gorengan anget gitu nikmat tuh!", kataku pada hati. Tanpa pikir panjang, aku melipir, ambil duit, "Bang, campur!". Abangnya dengan sigap mengambil setiap jenis gorengan yang dia punya. Sat set, bungkus. Selesai. Abangnya tersenyum, "makasih ya A'!".

 

Sekali lagi, kebahagiaan. Aku bahagia bisa melipir beli gorengan anget-anget di kala dinginnya hujan. Abangnya dapat rezeki karena gorengannya terjual. Tuhan, caramu sungguh asyik dalam memberi rezeki.

 

Satu kantong plastik gorengan ku masukkan ke dalam jok. Ku menyusuri lagi jalanan menuju kontrakan. Tiba-tiba hatiku nyeletuk lagi. "Coy, keknya gorengan gini doang kurang deh, hujan-hujan sambil ngemie asoy gasii?!?!". Duh, jujur saya sulit menolak kalau hati sudah bersabda. Jadilah saya melipir lagi ke warung Bapak/Ibu Kontrakan sebelum masuk ke garasi memarkirkan motor. "Pak, popmi rasa ayam 1, indomie goreng 1, telur 2". Bungkus.

 

Sekali lagi, kebahagiaan. Aku bahagia bisa beli mie-miean untuk menemani rintikan hujan. Bapak Kontrakan bahagia karena produk di warungnya terjual. Tuhan, caramu mengalirkan rezeki itu sungguh asyik.

 

Sampailah di kontrakanku.

Ku lihat motorku yang sebelumnya kotor berdebu, sekarang jadi bersih karena dicuci secara gratis oleh Malaikat Jibril (Fyi, Malaikat yang ditugaskan untuk menurunkan hujan oleh Tuhan adalah Malaikat Jibril). Tinggal ku lap dikit, beres deh kinclong.

 

Sekali lagi, kebahagiaan. Tuhan tahu motornya Ayas ini kotor berdebu banget karena belum sempat nyuci, jadinya Dia mengutus Malaikat Jibril untuk mencucinya. Terima kasih ya Tuhan. Baik banget deh sama aku.

 

Masuk ke kontrakan, nyalakan AC, bersih-bersih, cuci-cuci. Keluar dari kamar mandi, disambut dinginnya udara kamar, wah gila! ada suatu rasa yang sulit untuk aku ungkapkan. Kamu pasti pernah juga kan ngerasain ini? Perasaan yang timbul dari kita yang abis kehujanan, mandi, terus ke kamar, kaya enak bahagia gitu gasii? Ditambah lagi rebahan, terus selimutan. Duh nikmat banget.

 

YaAllah, banyak banget kebahagiaan dan kenikmatan yang aku rasakan pada sore hari di akhir Oktober ini. Maafkan aku yang sering kali mendustakan segala kenikmatan darimu. Terima kasih sudah mengingatkanku melalui cara yang bukan menyiksa, justru membahagiakan dari turunnya hujan dan segala rentetan kebahagiaan dan keberkahannya yang bukan hanya dirasakan olehku tapi juga dirasakan oleh mereka yang mengharap rezeki kala hujan.

 

Aku menyukai hujan.

Aku menyukaiMu, Tuhan.